Madzahib Fikih


BAB II
PEMBAHASAN
IMAM SYAFI'I
A.     PENGERTIAN MADZHAB1

Madzhab artinya aliran,golongan,faham,pokokpikiran dari seseorang. Madczhab fiqh berarti aliran atau faham dalam fiqh yang berhubungan dengan penafsiran dan pelaksanaan hukum Islam.
            Madzhab fiqh bermula dari pendapat individu (ulama/mujtahid) yang kemudian diikuti oleh banyak orang dan berakumulasi menjadi keyakinan kelompok. Dasar pelaksanaan madzhab ini adalah ketaatan kepada imam mujtahid. Menurut Amir Syarifuddin, terbentuknya madzhab fiqh ini ditandai oleh beberapa kegiatan yang mendahuluinya. Pertama, menetapakan metode berpikir untuk memahami sumber hukum Islam. Kedua, menetapakan istilah hukum yang digunakan dalam fiqh. Ketiga, menyusun kitab fiqh secara sistematis dan mencakup semua masalah hukum.
            Dalam bermadzhab terkandung dua hal yang saling berkaitan, yaitu metode dan pendapat atau fatwa. Metode adalah jalan pikiran atau cara yang ditempuh oleh imam madzhab dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Pendapat atau fatwa adalah kesimpulan atau keputusan hukum suatu peristiwa yang dihasilkan oleh imam madzhab Oleh karena itu bermadzhab dalam fiqh ada dua macam, yaitu:
1.      Bermadzhab fil aqwal: yaitu mengikuti segala pendapat dari seorang ulama tanpa mempertimbangkan dasar hukum penetapannya. Kategori bermadzhab ini sama dengan taqlid atau imitasi, yaitu peniruan perbuatan seseorang yang diyakini kebenarannya tanpa memiliki pengetahuan tentang dasar dan metode penetapannya.
2.      Bermadzhab fil manhaj: yaitu mengikuti seorang ulam dalam hal metode ijtihadnya, bukan sekedar mengikuti pendapat saja. Artinya, bermadzhabnya didukung dengan pengetahuan tentang dasar dan metodepenetapan dari hukum yang diikuti. Kategori ini sama dengan ittiba’, yaitu mengikuti pendapat disertai dengan pemahaman tentang dasar perbuatan yang dilakukan.
Hukum asal bermadzhab adalah mubah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan. Pertama, kewajiban umat Islam adalah mengikuti dan melaksanakan semua ajaran yang termaktub dalam Al-Quran dan Hadits. Kedua, kedudukan hukum fiqh adalah relatif, karena merupakn produk akal manusia (ulama) dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadits. Ketiga, para imam mujtahid menyatakan bahwa semua pendapat mereka adalah keputusan pribadi yang mengikat hanya kepada diri mereka sendiri.
                
B.     SEJARAH PERKEMBANGAN MADZHAB FIQH

Masalah pokok yang menjadi sumber munculnya madzhab fiqh adalah adanya perbedaan pendapat atau ikhtilaf dinkalangan umat islam.
            Setelah Rasulullah SAW wafat, ikhtilaf dikalangan para sahabat terus terjadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masalah yang mucul seiring dengan meluasnya wilayah Islam ke luar jazirah Arabia. Pada masa sahabat telah terbentuk pusat pusat intelektual, seperti: Hijaz (Makkah dan Madinah), Iraq (Kufah dan Basrah), dan Syiria.[1]
            Pada masa ini muncul dua madzhab, yaitu Madrasah Ahlul Bait dan Madrasah Al-Khulafa. Madrasah Ahlul Bait adalah madzhab para pengikut syiah, kelompok yang menjadi pendukung dan pembela Ali bin Abi Thalib pasca perang shiffin. Sahabat yang termasuk dalam kelompok ini adalah Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain bin Ali, Abu Dzar, Miqdad, Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abu Rafi Maula Rasulullah, Ummu Salamh, dan sebagainya. Madzhab  ini berkembang secara rahasia “di bawah tanah”, karena mendapat tekanan dari para penguasa,terutama dari Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Untuk memelihara tradisi fiqh, mereka mengembangkan esoterisme dan disimulasi. Fiqh yang dikembangkan adalah tradisi ahlul bait yang bersumber dari Rasulullah SAW.
            Madrasah Al-Khulafa adalah madzhab yang berkembang di kalangan pengikut sunni. Fiqh yang berkembang dalam madzhab ini bersumber dari pendapat para sahabat seperti: Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Abu Hurairah. Pada masa Dinasti Umayyah, madrasah ini bercabang lagi menjadi dua, yaitu Madrasah Ahl Hadits dan Madrasah Ahl Ra’y. Madrasah Ahl Hadits berpusat di Madinah, sedangkan Madrasah Ahl Ra’y berpusat di Kufah. Perbedaan kedua madzhab ini terletak pada dominasi penggunaan hadits dan ra’y (akal). Ahl Hadits dominan menggunakan hadits, karena ketersediaan hadits di Madinah melimpah sedangkan masalah yang muncul terbatas. Ahl Ra’y dominan menggunakan ra’y karena keterbatasan hadits di Kufah sedangkan masalah yang muncul lebih kompleks.
            Pada abad kedua hijriah muncul tiga mazhab lokal yaitu:  mazhab hijazi, mazhab iraqi, mazhab syam yang terdapat di syria.  Ketiga mazhab ini dianggap sebagai mazhab fikih yang pertama dalam Islam.  Mazhab lokal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Unsur lokal sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul.
2.      Munculnya kebebasan pendapat dalam fikih.
3.      Sunnah diartikan dengan adat istiadat masyarakat, sedangkan ijma’ merupakan kesepakatan ulama setempat.
Pada abad ke tiga hijriah muncul perkembangan baru dalam mazhab fikih.  Disetiap kota, muncul ulama-ulama yang memiliki kelebihan dan kejeniusan dalam pengetahuan agama.  Kebanyakan dari mereka adalah para guru di setiap kota, yang memiliki majlis ‘ilmi dengan pengikut yang banyak.  Melalui para pengikut atau murid inilah, pendapat mereka menyebar dan dikenal oleh umat Islam.
Diantara para ulama terkemuka pada masa ini adalah:  Abu Hanifah, Malik bin Anas, Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i, Muhammad bin Idris as-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Abu Sulaiman Daud bin Ali al-Asfahani. 
Kemunculan mazhab fikih setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yaitu:  fanatisme pengikut/murid para Imam, stagnasi dalam berijtihad, dan tersedianya kitab-kitab fikih dari masa sebelumnya.  Pertama, fanatisme para murid imam mazhab memiliki peran yang cukup dominan dalam pembentukan dan penyebaran mazhab. 
Fanatisme mazhab disebabkan oleh kesetiaan yang berlebihan.  Dalam sejarahnya, fanatisme ini justru merugikan umat Islam, karena menjadikannya terkotak-kotak dalam mazhab yang sempit.  Di kalangan ulama muncul sikap konservatif, sebagai upaya untuk melindungi mazhabnya. 
Kedua, stagnasi dalam berijtihad.  Masa ini dimulai ketika para imam mazhab telah meninggal, yaitu sekitar abad ke empat hijriah.  Pada murid itu imam mazhab tidak lagi menghasilkan ijtihad yang independen, tetapi cenderung mengikatkan diri pada metode dan pendapat para imamnya.  Pada masa ini muncul istilah pintu ijtihad sudah tertutup, terutama ijtihad mustaqim atau ijtihad independen, yaitu ijtihad yang bebas dari pengaruh mazhab, baik dalam hal metode (manhaj) maupun pendekatan (aqwal). 
Ketiga, tersedianya kitab-kitab fikih dari masa sebelumnya.  Sebagaimana diketahui, para imam mazhab menghasilkan banyak karya yang berkualitas, sebagai wujud dari ijtihad independen yang mereka lakukan.  Karya-karya ini disikapi secara berbeda oleh para penerusnya.  Kitab-kitab fikih sebelumnya tidak dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan pengembangan dalam hukum Islam, tetapi dijadikan pedoman dan acuan satu-satunya dalam kehidupan keagamaan.
C.     MAZHAB-MAZHAB FIKIH DAN PENYEBARANNYA
Mazhab fikih terbagi dalam tiga kelompok, yaitu mazhab fikih di kalangan Sunni, Syi’ah, dan Khawarij.  Eksistensi mazhab fikih ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: politik, pengikut setia, dan karya para imam mazhab.
Pertama, faktor politik, yaitu adanya dukungan dari penguasa.  Hal ini terlihat dalam penyebaran mazhab selalu terkait dengan kebijakan atau campur tangan pemerintah yang berkuasa.  Berlakunya mazhab dalam sebuah negara disebabkan adanya dukungan politik dari penguasa setempat.  Mazhab Hanafi misalnya, mulai terbentuk dan tersebar setelah Abu Yusuf, salah satu murid Abu Hanifah, diangkat menjadi Qadhil Qudhat (kepala hakim) oleh khalifah Al-Mahdi (775-785M), Al-Hadi (785-786M), dan Harun Ar-Rasyid (786-809M).
Kedua, faktor kesetiaan pengikut atau murid para imam.  Dalam pembentukan mazhab, faktor kedua ini merupakan faktor yang paling dominan dalam penentuan berkembang atau punahnya mazhab fikih.   Semakin banyak pengikut setia suatu mazhab, maka semakin berkembang mazhab tersebut.
Ketiga, hasil karya imam mazhab yang berupa kitab-kitab fikih.  Kitab-kitab fikih inilah yang menjadi acuan bagi para pengikut dalam menyebarkan ajaran imam mereka.  Kitab-kitab seperti Al-Haraj karya Abu Yusuf (mazhab Hanafi), Al-Muwatta’ karya Imam Malik, Al-Umm dan Ar-Risalah karya Imam Syafi’i, dan Al-Musnad Ahmad karya Imam Ahmad bin Hanbal, merupakan kitab induk mazhab yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam menyusun kitab-kitab fikih oleh para pengikutnya.
Secara singkat mazhab-mazhab fikih yang masih berkembang dan memiliki pengikut di kalangan umat Islam, baik di kalangan Syi’ah maupun Sunni.  Dari kelompok Syi’ah akan dipaparkan mazhab Ja’fari dan mazhab Zaidi sedangkan dari kelompok Sunni akan dibahas delapan mazhab:  Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Auza’i, Laitsi, Tsauri, Dhahiri. 
A.       Mazhab-mazhab Sunni terdiri dari:

1.      Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mendasarkan pada pendapat Abu Hanifah atau lengkapnya Abu Hanifah An-Nukman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi.  Lahir di Kufah pada tahun 80H/699M dan wafat 150H/767M.  Dia hidup pada masa pemerintahan Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah.
Dasar atau sumber dan metode ijtihad yang digunakan dalam mazhab ini adalah:
a.       Al-Quran
b.      Sunnah, terutama sunnah yang mutawatir dan masyhur.
c.       Qaul Sahabi, yaitu perkataan atau fatwa sahabat.
d.      Qiyas, digunakan ketika tidkak ditemukan dasar hukumnya dalam Al-Quran.
e.       Istihsan, merupakan metode yang menjadi ciri khas mazhab Hanafi, yang digunakan ketika metode qiyas dianggap tidak memadai untuk menetapkan hukum.
f.       Urf, yaitu adat kebiasaaan masyarakat yang sejalan dengan syari’ah.

2.      Mazhab Maliki
Mazhab maliki merupakan aliran fikih yang menjadikan pendapat Malik bin Anas (w. 179H/795M) sebagai acuannya.  Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 93H.
Karya monumentalnya adalah Al-Muwatta’, yang merupakan kitab hadis sekaligus kitab fikih.  Dasar atau sumber dalam ijtihadnya adalah:
a.       Al-Quran
b.      Sunnah, baik yang mutawatir, masyhur, maupun ahad.
c.       Ijma Ahlul Madinah, atau praktek masyarakat madinah, karena Madinah adalah domisili Rasulullah, sehingga praktik orang Madinah merupakan bentuk sunnah Rasulullah.
d.      Fatwa Sahabat, dijadikan sebagai dalil hukum jika tidak ditemukan dasarnya dalam Al-Quran Sunnah, dan Amal Ahl Madinah.
e.       Qiyas
f.       Maslahah Mursalah, menjadikan kemaslahatan sebagai pertimbangan dalam penetapan hukum.
g.       Istihsan (kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriyah ataupun maknawiyah)
h.      Az-Zari’ah, yaitu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan, apakah membawa maslahat atau menimbulkan madharat.
3.      Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i mengambil pendapat Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i (w. 204H/819M) sebagai rujukannya.  Imam Syafi’i lahir di Gazzah pada tahun 150H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.  Pada usia 20 tahun, dia mempelajari fikihnya Imam Malik. 
Dasar atau sumber yang digunakan dalam melakukan ijtihad adalah: 
a.       Al-Quran
b.      Sunnah, baik yang mutawatir maupun yang ahad.
c.       Ijmak sahabat
d.      Qaul Sahabi, atau perkataan sahabat secara pribadi
e.       Qiyas, yaitu keharusan membawa furu’ (masalah baru) kepada ashl (masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dalam nash).
f.       Istishab, menggunakan hukum yang sudah ada samapai ada hukum baru yang mengubahnya.
4.      Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali merupakan mazhab yang mengacu pada pendapat dan pemikiran Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Al-Syaibani, yang lahir di Baghdad tahun 164H/780M dan wafat tahun 241H/855M.
Dasar atau sumber dalam ijtihad mazhab Hanbali adalah:
1.      Al-Quran
2.      Sunnah, terutama yang marfu’, yaitu bersumber langsung sampai Rasulullah.
3.      Qaul Sahabi, yaitu pendapat sahabat yang tidak diperselisihkan, atau menurut ulama lain disebut dengan ijma’ sahabat.
4.      Hadis Mursal, yaitu hadis yang lemah kualitasnya.
5.      Qiyas, sebagai alternatif terakhir jika tidak ditemukan dalil melalui sumber-sumber sebelumnya.
5.      Mazhab Auza’i
Seperti mazhab-mazhab lain, nama mazhab ini juga diambil dari nama pendirinya, yakni Abdurrahman bin Muhammad al Auza’i yang lahir pada tahun 88H. Imam al Auza’i ini termasuk ulama yang menentang penggunaan al qiyas secara berlebihan. Beliau senantiasa mengembalikan furu’ pada hadis Nabi tanpa melakukan kajian al qiyas. Akan tetapi mazhabnya banyak dikenal di Syiri’a, Yordenia, dan bahkan sampain Andarusia atau Spanyol.
6.      Mazhab Laitsi
Mazhab laitsi ini merupakan mazhab yang dikembangkan oleh imam Laits bin Sya’ad yang lahir di Mesir pada tahun 94H. Dalil-dalil yang beliau gunakan dalam menggunakan kajian hukum hampir sama dengan para Imam lainnya, hanya beliau tidak sependapat dengan Imam Malik dalam penggunaan hal tradisi masyarakat Madinah sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum. Beliau wafat pada tahun 175H.
7.      Mazhab Tsauri
Mazhab ini dikembangkan oleh ulama terkemuka di kufah yang bernama Imam Sufyah Ats-auri, yang lahir pada tahun 97H. Imam Ats-auri adalah ulama yang hidup masa dengan imam Abu Hanifah, akan tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda dalam penggunaan al qiyas dan al istihsan. Beliau wafat pada tahun 161H.
8.      Mazhab Dhahiri
Mazhab ini dipelopori oleh Dawud bin Ali al Ashbahani yang lahir pada tahun 202H. Beliau menggunakan cara tersendiri dalam kajian hukumnya, yakni dengan menekankan pada pemahaman literalis yakni berpegang pada makna harfiah atau dhahir nash Al quran maupun ash-sunnah, oleh karenanya, mazhabnya disebut dengan mazhab Dhahiri, hal ini berlainan dengan nama mazhab-mazhab lain yang di misbatkan dengan nama tokohnya, sementara mazhan dhahiri ini di misbatkan dari metode kajian hukumnya.



Mazhab-mazhab syi’ah terdiri dari :
1.      Mazhab Ja’fari
Mazhab ini mengambil acuan dari pendapat Ja’far as-Sadiq, yang nama lengkapnya adalah Ja’far Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Husain Ibn Fatimah binti Rasulullah Saw.  Lahir di Madinah pada tahun 80H pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan dari Dinasti Umayyah. Mazhab ini menolak penggunaan qiyas. Dalam penetapan hukum menggunakan sumber-sumber syari’ yaitu: Al-Quran, Sunnah, dan Akal.  Penafsiran Al-Quran yang paling absah, menurut mazhab ini, adalah berasal dari Rasulullah dan para imam mereka. Mazhab ini menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang memusuhi Ahlul Bait. Istihsan tidak boleh dipergunakan, sedangkan qiyas hanya dipergunakan jika ‘illatnya manshush (terdapat atau disebut dalam nash).
2.      Mazhab Zaidi
Mazhab zaidi dipelopori oleh Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib yang lahir pada tahun 80 H. Menurut penyelidikan Abu Zahrah yang dikutip oleh Harun Nasution dikatakan bahwa: metode dan pendapatan-pendapatan hukum yang tertulis dalam karyanya tidak berbeda jauh dengan metode dan pendapat-pendapat para ulama mazhab sunni. Beliau meninggal pada tahun 122 H .
Dalil-dalil yang digunakan dalam menetapkan hukum oleh mazhab ini antara lain adalah:
a.       Al-Qur’an
b.      As-Sunnah
c.       Ijmak Sahabat
d.      Qiyas
e.       Al-Istihsan
f.       Al-Istishlah

D.     FAKTOR PENYEBAB EKSIS DAN LENYAPNYA SUATU MAZHAB2

1.      Faktor-faktor penyebab eksisnya suatu mazhab
a.       Adanya para murid dan pengikut yang turut menyebarkan pemikiran-pemikiran mazhab tersebut.
b.      Adanya karya-karya peninggalan mazhab yang masih bisa di akses dan dipelajari oleh generasi berikutnya.
c.       Adanya pengaruh dan campur tangan penguasa dalam menentukan kebijakan dan atura-aturan hukum suatu negari, seperti kebijakan yang menentukan mazhab tertentu sebagai mazhab resmi negara.
2.      Faktor-faktor penyebab lenyapnya suatu mazhab
a.       Adanya pengaruh dari kebijakan penguasa.
b.      Tidak adanya karya-karya peninggalan mazhab yang memadai.
c.       Faktor para murid dan para pengikut.

E.      PERBEDAAN SYI’AH DAN SUNNI
Sebenarnya perbedaan antara mazhab Syi’ah dan Sunni itu merupakan hal biasa sama seperti perbedaan yang ada antar masing-masing Imam mazhab Sunni. Perbedaan yang ada lebih banyak dipengaruhi oleh aspek teologi dan politik. Contoh perbedaan tersebut adalah kalau dalam Sunni menerima semua hadis tidak melihat dan membatasi periwayatan hanya dari ahlul bait saja, sementara dalam Syi’ah sebagian ada yang membatasi bahwa hadis yang bisa diterima adalah hadis yang diriwayatkan oleh ahlul bait saja. [2]
            Perbedaan lain adalah prinsip tentang Iman ini, dalam pandangan Sunni tidak dikenal prinsip kema’suman Iman, sedangkan menurut Syi’ah, Imam mereka itu ma’sum dan kema’sumannya itu melahirkan kompetensi pemahaman atas nash al-Qur’an yang tidak bisa dijangkau oleh para ulama lain.








[1] Dr. Ali Sodiqin, Fiqih Ushul Fiqih, (Yogyakarta : Beranda Publishing), 2012, Hal. 145-162
[2] Pokja Akademik, Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta : UIN SUNAN KALIJAGA), 2005, Hal. 120-126
SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar