M A K A L A H
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Dosen : Syahrul Kirom. M.phil
Disusun oleh :
1. Dewi Masitoh (15820020)
2. Lolo Lika Suryarni (15820021)
3. Mery Kumaladewi (15820073)
4. Wigati Restu Rahayu (15820147)
5. Nurokhim (15820171)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Kami berterima kasih kepada Bapak Syahrul Kirom. M.phil selaku dosen pembimbing mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Negara Hukum dan HAM. Kami berharap pula makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Yogyakarta, 11 Maret 2016
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
BAB II: PEMBAHASAN
BAB III:
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan
pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum
juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai
ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan
bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan
yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa
unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus
berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap Hak
Asasi Manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan dari
badan-badan peradilan.
Berkaitan dengan unsur di atas, adanya jaminan terhadap Hak
Asasi Manusia (HAM), dapat diartikan bahwa di dalam setiap konstitusi selalu
ditemukan adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (warga negara).
Perlindungan konstitusi terhadap Hak Asasi Manusia tersebut, salah satunya
adalah perlindungan terhadap nyawa warga negaranya seperti yang tercantum dalam
Pasal 28A Undang Undang Dasar 1945: ”Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Nyawa dan tubuh adalah milik
manusia yang paling berharga dan merupakan hak asasi setiap manusia yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada seorangpun yang dapat
merampasnya.
Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati Hak Asasi Manusia,
melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing. Kewajiban ini tidak saja
bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau diimpelementasikan. Dalam hal
pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-hak asasi yang bersifat
universal dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana yang dirumuskan dalam
deklarasi Hak-hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, sebagaimana ditegaskan dalam
Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM, HAM perlu dilindungi
dengan merumuskannya dalam instrumen hukum agar orang tidak akan terpaksa
memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kezaliman dan
penindasan.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat dirumuskan
dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa
definisi dan ciri-ciri negara hukum?
2.
Bagaimana
makna negara Indonesia dalam hukum?
3.
Apa definisi HAM?
4.
Bagaimana sejarah HAM di Indonesia?
5.
Bagaimana pengakuan dan penegakan HAM di
Indonesia?
6.
Bagaimana HAM dalam perspektif Al Qur’an?
7.
Bagaimana
hubungan Negara hukum dan HAM?
C. Manfaat dan Tujuan
Adapun manfaat
dari penyusunan makalah ini adalah memberikan pengetahuan dan informasi
mengenai negara hukum dan HAM kepada pembaca. Dan tujuannya adalah untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang negara hukum dan HAM, serta mampu
menerapkan undang-undang HAM di lingkungan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Negara Hukum
1. Pengertian Negara Hukum
Ubi societas ibi ius, dimana ada
masyarakat ,disitu ada hukum. Setiap negara pasti memiliki hukumnya
masing-masing, hukum itu dibuat oleh masyarakatnya
sendiri dan harus dipatuhi oleh masyarakat itu pula. Pada abad ke-4 sebelum
Masehi, Plato didalam bukunya yang berjudul Nomoi
telah merusmuskan bahwa
penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah pemerintahan yang diatur oleh hukum.
Sementara itu Aristoteles didalam bukunya yang berjudul Politica telah pula dirumuskan bahwa suatu negara yang baik ialah
negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi
Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusianya melainkan pikiran
yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Apabila
telah tercapai manusia yang bersikap adil dan bersusila, maka terciptalah suatu
negara hukum, karena tujuan negara hukum adalah kesempurnaan warganya yang
berdasarkan atas keadilan.[1]
Bagi Wirjono Prodjodikoro,negara
hukum dapatlah diartikan sebagai suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah[2]:
a.
Semua
alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari
pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam
saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus
memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku,
b.
Semua
orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada
peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Dari berbagi pendapat para ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah negara yang memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya berdasarkan atas keadilan.
2. Ciri-ciri Negara Hukum
Dalam sistem hukum Anglo Saxon,
negara hukum sering disebut Rule Of Law, sedangkan di negara yang menganut
sistem hukum Eropa Kontinental disebut Rechstaat.
Frederich Julius Stahl ahli hukum
Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Rechstaat (Negara Hukum) meliputi :
a.
Hak
Asasi Manusia,
b.
Pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang biasa dikenal
sebagai trias politica,
c.
Pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan, dan
d.
Peradilan
administrasi dalam perselisihan.
Sedangkan Av Dicey ahli hukum Anglo
Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law (Negara Hukum) sebagai berikut :
a.
Supremasi
hukum,
b.
Kedudukan
yang sama di depan hukum, dan
c.
Terjaminnya
Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
International Commision of Jurist
pada konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan ciri-ciri negara demokratis
dibawah Rule of Law, meliputi :
a.
Perlindungan
konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak
individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan
atas hak-hak yang dijamin,
b.
Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
c.
Kebebasan
untuk menyatakan pendapat,
d.
Pemilihan
umum yang bebas,
e.
Kebebasan
untuk berorganisasi dan beroposisi, dan
f.
Pendidikan
kewarganegaraan.
Di Indonesia sendiri, Suseno
mengemukakan bahwa ada lima ciri negara hukum yang menjadi salah satu ciri
Negara Demokrasi, kelima ciri-ciri tersebut adalah :
a.
Fungsi
kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan
sebuah undang-undang dasar,
b.
Undang-undang
dasar menjamin Hak Asasi Manusia yang paling penting, karena tanpa jaminan
tersebut, hukum menjadi sarana penindasan,
c.
Badan-badan
negara menjalankan kekuasaan masing-masing dan hanya taat pada dasar hukum yang
berlaku,
d.
Terhadap
tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan
pengadilan dilaksanakan oleh badan Negara, dan
e.
Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Selain daripada kelima ciri yang disebutkan Suseno diatas, terdapat
ciri-ciri Negara Hukum Indonesia diantaranya :
a. Adanya supremasi hukum
b. Adanya pemisahan kekuasaan
c. Adanya pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
d. Adanya kesamaan dihadapan hukum
e. Adanya peradilan administrasi
f. Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
3. Makna Negara Indonesia Dalam Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum
tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini berarti
Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga
negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan
bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara
Indonesia menerapkan hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban,
keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu
bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya.
Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain pemerintah dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus berdasarkan
hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap hak asasi
manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan dari
badan-badan peradilan.
B. Hak Asasi Manusia
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Terdapat beberapa definisi tentang
Hak Asasi Manusia, pertama, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang
melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup
layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau
kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, Hak Asasi Manusia
adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada
esensinya sebagai manugerah Allah SWT. Keempat, Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia, nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerahnya-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”. Keempat definisi tentang hak ini
secara materiil betul, namun secara formal tidak tepat karena apa yang
didefenisikan masuk ke dalam definisi sehingga pada intinya kita tidak mendefinisikan
apa pun. Kata hak yang harus kita definisikan, menjadi bagian dari definisi
kita. Dalam logika kesesatan ini disebut sebagai cisculus in definiendo.
Berdasarkan pengertian-pengertian
ini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah
kekuasaan atau wewenang moral yang dimilki seseorang berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Kekuasaan atau wewenang tersebut bersifat moral karena
kekuasaan atau wewenang atas nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan atau
martabat manusia sebagai manusia.
Berdasarkan pengertian Hak Asasi
Manusia di atas, terdapat bebrapa ciri pokok dan sifat (dasar) Hak Asasi
Manusia, beberapa ciri pokok, yaitu:
a.
Hak
Asasi itu tidak dberikan atau diwariskan melainkan melekat pada martabat kita
sebagai manusia.
b.
Hak
Asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal-usul,
ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
c.
Hak
Asasi itu tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi manusia
meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar hak
asasi manusia.
Beberapa sifat
(dasar) Hak Asasi Manusia, yaitu:
a.
Individual
: ‘melekat erat pada kemanusiaan seseorang’, bukan kelompok. (General keempat
HAM cenderung ke arah penekanan pada hak kelompok/hak kolektif).
b.
Universal
: dimiliki oleh setiap orang lepas suku, ras, agama, negara, dan jenis kelamin
yang dimiliki seseorang.
c.
Supralegal
: tidak tergantung pada negara, pemerintah, atau undang-undang yang mengatur
hak-hak ini.
d.
Kodrati
: Hak Asasi Manusia bersumber dari kodrat manusia.
e.
Kesamaan
derajat : kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan martabat manusia pun
sama.
Manusia sebagai makhluk Tuhan
mempunyai dua sifat kodrat monodualis yakni sifat individu (pribadi perorangan)
dan sifat sosial (bersama orang lain) yang seimbang dan dinamis, sehingga
kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Hal ini berlaku juga
bagi setiap organisasi masyarakat terutama negara dan pemerintah harus bertanggung
jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin, hak asasi manusia
setiap warga negara dan penduduk.
2. Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman
Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat
dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis
besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM
di Indonesia (2001), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam
dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945), periode setelah
Kemerdekaan (1945 – sekarang).
a.
Periode Sebelum
Kemerdekaan (1908 – 1945)
1)
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM,
pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah
kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
2)
Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan
pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
3)
Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha
unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan
deskriminasi rasial.
4)
Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang
berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial
dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
5)
Indische Partij, pemikiran HAM yang paling
menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan
yang sama dan hak kemerdekaan.
6)
Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada
hak untuk memperoleh kemerdekaan.
7)
Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia,
menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk
menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka
hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran
HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara
Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin
pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI
berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan,
hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
tulisan dan lisan.
b.
Periode Setelah
Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
1)
Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan
masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal
karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara
(konstitusi) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
2)
Periode 1950 – 1959
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang
sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi
liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai–partai politik dengan beragam ideologinya
masing–masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul–betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang
HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
3)
Periode 1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada
sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan
presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
4)
Periode 1966 – 1998
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar
tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan
Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968
diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji
materil (judical review) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam
rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV
telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak
Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan
ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif
pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat
yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana
tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan
deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan
pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat
untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun
dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademisi yang concern
terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan
jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi
seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian
Jaya, dan sebagainya.
Upaya
yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh
hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari
represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang
berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap
tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan
HAM.
5)
Periode 1998 – sekarang
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan
dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan
perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut
menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam
bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini
dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan
aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa
penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara
(Undang – undang Dasar 1945), ketetapan MPR (TAP MPR), Undang – undang (UU),
peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
3. Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Undang-Undang tentang HAM di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999. Hak-Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini adalah:
a. Hak untuk hidup (pasal 4),
b. Hak untuk berkeluarga
(pasal 10),
c. Hak untuk mengembangkan
diri (pasal 11-16),
d. Hak untuk memperoleh
keadilan (pasal 17,18, 19),
e. Hak atas kebebasan pribadi
(pasal 20-27),
f. Hak atas rasa aman (pasal
28-35),
g. Hak atas kesejahteraan
(pasal 36-42)
h. Hak turut serta dalam
pemerintahan (pasal 43-44),
i.
Hak wanita (pasal 45-51) (bisa gender),
j.
Hak anak (pasal 52-56) (hak orangtua/ usia lanjut),
Dengan masuknya rumusan
Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 tersebut, semakin kuat jaminan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Tugas Negara selanjutnya adalah mengadakan penegakan Hak
Asasi Manusia dan memberi perlindungan warga dari tindakan pelanggaran Hak
Asasi Manusia.
4. Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak Asasi Manusia dan
mengangani masalah-masalah yang berkaitan degan penegakan hak Asasi Manusia,
pemerintah telah melakukan langkah-langkah, antara lain:
a. Pembentukan Komisi hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 1993 pada tanggal
7 Juni Tahun 1993, yang kemudian dikukuhkan lagi melalui Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
b. Penetapan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
c. Pembentukan Pengadilan Hak
Asasi Manusia Ad Hoc degan keputusan Presiden untuk memeriksa dan
memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
d. Pembetukan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan alternatif pelanggaran HAM di luar pengadilan
HAM sebagaimana diisyaratkan oleh
Undang-Undang tentang HAM.
e. Meratifikasi berbagai
konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia. Konvensi-konvesi yang diratifikasi tersebut,
antara lain:
1) Konvensi Jenewa 12 Agustus
1949 (diratifikasi dengan UU No. 59, Tahun 1958)
2) Konvensi tentang Hak
Politik kaum Penempuan (diratifikasi dengan UU No. 68, Tahun 1958)
3) Konvensi tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (diratifikasi dengan
UU No. 7, Tahun 1984)
4) Konvensi Hak Anak
(diratifikasi dengan UU No. 36, Tahun 1990)
5) Konvensi Pelanggara,
Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Beracun serta
Pemusnahannya (diratifikasi Keppres No. 58, Tahun 1991)
6) Konvensi Internasional
terhadap Apartheid dalam Olahraga (diratifikasi dengan UU No. 48, Tahun 1993)
7) Konvesi Menentang
Penyikasaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,
atau Merendahkan Martabat Manusia (diratifikasi dengan UU No. 5, Tahun 1998)
8) Konvensi Organisasi Buruh
Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan perlindungan
Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi dengan UU No. 83, Tahun 1998)
9) Konvensi tentang
Penghapusan semua Bentuk Diskriminasi Rasional (diratifikasi dengan UU No. 29,
Tahun 1999)
10) Konvensi tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan Menetapkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.
5. Hak Asasi Manusia Berdasarkan Al Qur’an
Ada beberapa hak asasi yang termaktub di dalam
Al Qur’an antara lain:
a. Hak Hidup
1) Barang siapa membunuh orang (bukan Qishash), seolah-olah ia membunuh
manusia semuanya, dan barang siapa memelihara hidupnya, seolah-olah memelihara
hidup semua manusia (Al Maidah, 5:32).
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja,
tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh
seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang
itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga
membunuh keturunannya.
2)
Dilarang membunuh jiwa yang diharamkan
Allah....(Al Isra’, 17:33)
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami
telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Membunuh dengan alasan yang benar maksudnya
yang dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam, dan
sebagainya.
Allah telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau
penguasa untuk menuntut qishash (mengambil pembalasan yang sama) atau menerima
diat (ganti rugi).
3)
Larangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah
melainkan dengan suatu (sebab) yang benar....(Al-An’am, 6:151)
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada
mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).
b.
Hak Milik
Allah SWT melarang memakan harta sesama dengan
jalan yang batil (Al-Baqarah, 2:188, dan Annisa’, 4:29)
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah, 2:188)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Annisa’, 4:29)
c.
Perlindungan dan Kehormatan
1)
Larangan mengolok-olok kaum/orang lain (Al
Hujuurat, 49:11)
2)
Larrangan panggil-memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk (Al Hujururat, 49:11)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.
3)
Larangan berprasangka buruk kepada orang lain
(Al Hujuurat, 49:12)
4)
Larangan mencari-cari kesalahan orang lain (Al
Hujuurat, 49:12)
5)
Larangan menggunjing orang lain (Al Hujuurat,
49:12)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
d.
Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi
1)
Larangan memasuki rumah yang bukan rumah kita,
sebelum meminta izin dam memberi salam kepada penghuninya (An-Nur, 24:27)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu
(selalu) ingat.
2)
Menghargai dan menghormati harta milik dan
darah orang lain.
e.
Keamanan Kemerdekaan Pribadi
1)
Agar menetapkan hukum di antara manusia dengan
adil (An-Nisa’, 4:58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
2)
Tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannnya (Al Hujuurat, 49:6)
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
f.
Perlindungan dari Hukuman Penjara yang
Sewenang-wenang
1)
Seorang yang berbuat dosa kemudaratannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain...(Al-An’am, 164)
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu
kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.
g.
Hak untuk Memprotes Kezaliman (Tirani)
1)
Larangan ucapan buruk (yang diucapkan) dengan
terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya....(An-Nisa’, 4:148)
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus
terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
2)
Pemerintah amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar) (Ali Imran, 3:110)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.
h.
Kebebasan Berekspresi
1)
Perintah saling menolong, menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf , dan mencegah dari yang munkar (At-Taubah, 9:71)
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2)
Kebebasan Mengungkapkan Pendapat
Rasullah SAW selama hidupnya memberikan kebebasan kepada
kaum muslimin untuk mengungkapkan pendapat mereka yang berbeda dengan beliau.
i.
Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan
1)
Larangan memaksakan agama (Al-Baqarah, 2:256)
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2)
Kebebasan dari Allah SWT, untuk menjadi orang
beriman atau kafir (Al-Kahfi, 18:29)
Dan
katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
C. Hubungan Antara Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia
Negara Hukum
haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu melindungi dan menjamin
Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian jelas sudah keterkaitan
antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Negara Hukum wajib menjamin
dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warganya. Perumusan ciri-ciri Negara
Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl, yang kemudian ditinjau ulang oleh
International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Perlindungan konstitusional, artinya selain
menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara procedural
untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2.
Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3.
Pemilihan Umum yang bebas;
4.
Kebebasan menyatakan pendapat;
5.
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6.
Pendidikan Kewarganegaraan[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara hukum
adalah negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya
berdasarkan atas keadilan. Ada beberapa ciri-ciri Negara hukum menurut pendapat para ahli, di Indonesia
sendiri ciri-ciri negara hukum Indonesia ialah adanya supremasi hukum, adanya
pemisahan kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan Undang-Undang, ada
kesamaan dihadapan hukum, ada peradilan administrasi, serta adanya jaminan
perlindungan HAM. Negara Indonesia
dikatakan sebagai negara hukum, maksudnya
adalah Indonesia merupakan negara yang
tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, tetapi
juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Hak Asasi
Manusia adalah kekuasaan atau wewenang moral yang dimilki seseorang berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Kekuasaan atau wewenang tersebut bersifat moral
karena kekuasaan atau wewenang atas nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan
atau martabat manusia sebagai manusia. Hak Asasi Manusia memiliki sifat dasar yang melekat
seperti individual, universal, supralegal, kodrati, dan kesamaan derajat.
Di Indonesia, Hak Asasi Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999. Tidak hanya diatur dalam perundang-undangan di Indonesia saja,
namun Hak Asasi Manusia juga diatur dalam Al-Qur’an. Ada beberapa hak asasi
yang termaktub dalam Al-Qur’an, seperti hak hidup, hak milik, perlindungan dan
kehormatan, keamanan dan kesucian kehidupan pribadi, keamanan kemerdekaan
pribadi, perlindungan dari hukuman penjara, hak memprotes kedzaliman, kebebasan
berekspresi, serta kebebasan hati nurani dan keyakinan. Hubungan antara negara
hukum dengan HAM adalah Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak
Asasi Manusia setiap warganya
B. Saran
Disarankan
kepada mahasiswa agar mencari lebih banyak lagi informasi mengenai negara hukum
dan HAM dari berbagai sumber sehingga mahasiswa lebih paham negara hukum dan
HAM.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro.
1983. Asas-asas Hukum Tata Negara.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Asshiddiqie, Jimly. 2005. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Jakarta: Mahkamah
Konstitusi.
Bakry, Noor. 2012. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Nasional
Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2013. Pendidikan
Kewarganegaraan
(Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa). Bandung: Alfabeta.
Ubaidillah, Abdul Rozak dkk, 2000. Pendidikan
Kewarganegaraan (Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani). Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Wirjono Prodjodikoro. 1971. Asas-asas Ilmu Negara dan Politik.
Bandung:
Eresco.
0 komentar:
Posting Komentar