Negara Hukum dan HAM




 
M A K A L A H
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Dosen : Syahrul Kirom. M.phil
 





Disusun oleh :
       1.   Dewi Masitoh                         (15820020)          
       2.   Lolo Lika Suryarni               (15820021)
       3.   Mery Kumaladewi                (15820073)
       4.   Wigati Restu Rahayu            (15820147)
       5.   Nurokhim                              (15820171)



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Kami berterima kasih kepada Bapak Syahrul Kirom. M.phil selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Negara Hukum dan HAM. Kami berharap pula makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb


Yogyakarta, 11 Maret 2016


Penyusun

DAFTAR ISI


BAB III: PENUTUP.. 21


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.
Berkaitan dengan unsur di atas, adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dapat diartikan bahwa di dalam setiap konstitusi selalu ditemukan adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (warga negara). Perlindungan konstitusi terhadap Hak Asasi Manusia tersebut, salah satunya adalah perlindungan terhadap nyawa warga negaranya seperti yang tercantum dalam Pasal 28A Undang Undang Dasar 1945: ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Nyawa dan tubuh adalah milik manusia yang paling berharga dan merupakan hak asasi setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada seorangpun yang dapat merampasnya.
Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati Hak Asasi Manusia, melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing. Kewajiban ini tidak saja bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau diimpelementasikan. Dalam hal pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-hak asasi yang bersifat universal dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana yang dirumuskan dalam deklarasi Hak-hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, sebagaimana ditegaskan dalam Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM, HAM perlu dilindungi dengan merumuskannya dalam instrumen hukum agar orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kezaliman dan penindasan.

B.     Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dapat dirumuskan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa definisi dan ciri-ciri negara hukum?
2.      Bagaimana makna negara Indonesia dalam hukum?
3.      Apa definisi HAM?
4.      Bagaimana sejarah HAM di Indonesia?
5.      Bagaimana pengakuan dan penegakan HAM di Indonesia?
6.      Bagaimana HAM dalam perspektif Al Qur’an?
7.      Bagaimana hubungan Negara hukum dan HAM?

C.    Manfaat dan Tujuan

Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah memberikan pengetahuan dan informasi mengenai negara hukum dan HAM kepada pembaca. Dan tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang negara hukum dan HAM, serta mampu menerapkan undang-undang HAM di lingkungan masyarakat.



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Negara Hukum

1.      Pengertian Negara Hukum

Ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat ,disitu ada hukum. Setiap negara pasti memiliki hukumnya masing-masing, hukum itu dibuat oleh masyarakatnya sendiri dan harus dipatuhi oleh masyarakat itu pula. Pada abad ke-4 sebelum Masehi, Plato didalam bukunya yang berjudul Nomoi  telah merusmuskan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah pemerintahan yang diatur oleh hukum. Sementara itu Aristoteles didalam bukunya yang berjudul Politica telah pula dirumuskan bahwa suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusianya melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Apabila telah tercapai manusia yang bersikap adil dan bersusila, maka terciptalah suatu negara hukum, karena tujuan negara hukum adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan.[1]
Bagi Wirjono Prodjodikoro,negara hukum dapatlah diartikan sebagai suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah[2]:
a.       Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku,
b.      Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Dari berbagi pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya berdasarkan atas keadilan.

2.      Ciri-ciri Negara Hukum

Dalam sistem hukum Anglo Saxon, negara hukum sering disebut Rule Of Law, sedangkan di negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental disebut Rechstaat.
Frederich Julius Stahl ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Rechstaat (Negara Hukum) meliputi :
a.       Hak Asasi Manusia,
b.      Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang biasa dikenal sebagai trias politica,
c.       Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan
d.      Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Sedangkan Av Dicey ahli hukum Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law (Negara Hukum) sebagai berikut :
a.       Supremasi hukum,
b.      Kedudukan yang sama di depan hukum, dan
c.       Terjaminnya Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
International Commision of Jurist pada konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan ciri-ciri negara demokratis dibawah Rule of Law, meliputi :
a.       Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin,
b.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
c.       Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
d.      Pemilihan umum yang bebas,
e.       Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi, dan
f.       Pendidikan kewarganegaraan.
Di Indonesia sendiri, Suseno mengemukakan bahwa ada lima ciri negara hukum yang menjadi salah satu ciri Negara Demokrasi, kelima ciri-ciri tersebut adalah :
a.       Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar,
b.      Undang-undang dasar menjamin Hak Asasi Manusia yang paling penting, karena tanpa jaminan tersebut, hukum menjadi sarana penindasan,
c.       Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku,
d.      Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan Negara, dan
e.       Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Selain daripada kelima ciri yang disebutkan Suseno diatas, terdapat ciri-ciri Negara Hukum Indonesia diantaranya :
a.       Adanya supremasi hukum
b.      Adanya pemisahan kekuasaan
c.       Adanya pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
d.      Adanya kesamaan dihadapan hukum
e.       Adanya peradilan administrasi
f.       Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM

3.      Makna Negara Indonesia Dalam Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

B.     Hak Asasi Manusia

1.      Pengertian Hak Asasi Manusia

Terdapat beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia, pertama, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai manugerah Allah SWT. Keempat, Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Keempat definisi tentang hak ini secara materiil betul, namun secara formal tidak tepat karena apa yang didefenisikan masuk ke dalam definisi sehingga pada intinya kita tidak mendefinisikan apa pun. Kata hak yang harus kita definisikan, menjadi bagian dari definisi kita. Dalam logika kesesatan ini disebut sebagai cisculus in definiendo.
Berdasarkan pengertian-pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah kekuasaan atau wewenang moral yang dimilki seseorang berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Kekuasaan atau wewenang tersebut bersifat moral karena kekuasaan atau wewenang atas nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan atau martabat manusia sebagai manusia.
Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, terdapat bebrapa ciri pokok dan sifat (dasar) Hak Asasi Manusia, beberapa ciri pokok, yaitu:
a.       Hak Asasi itu tidak dberikan atau diwariskan melainkan melekat pada martabat kita sebagai manusia.
b.      Hak Asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
c.       Hak Asasi itu tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi manusia meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar hak asasi manusia.
Beberapa sifat (dasar) Hak Asasi Manusia, yaitu:
a.       Individual : ‘melekat erat pada kemanusiaan seseorang’, bukan kelompok. (General keempat HAM cenderung ke arah penekanan pada hak kelompok/hak kolektif).
b.      Universal : dimiliki oleh setiap orang lepas suku, ras, agama, negara, dan jenis kelamin yang dimiliki seseorang.
c.       Supralegal : tidak tergantung pada negara, pemerintah, atau undang-undang yang mengatur hak-hak ini.
d.      Kodrati : Hak Asasi Manusia bersumber dari kodrat manusia.
e.       Kesamaan derajat : kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan martabat manusia pun sama.
Manusia sebagai makhluk Tuhan mempunyai dua sifat kodrat monodualis yakni sifat individu (pribadi perorangan) dan sifat sosial (bersama orang lain) yang seimbang dan dinamis, sehingga kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Hal ini berlaku juga bagi setiap organisasi masyarakat terutama negara dan pemerintah harus bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin, hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduk.

2.      Sejarah Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945), periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang).
a.      Periode Sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945)
1)      Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
2)      Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
3)      Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
4)      Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
5)      Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
6)      Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
7)      Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
b.      Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
1)      Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (konstitusi) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
2)      Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai–partai politik dengan beragam ideologinya masing–masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul–betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
3)      Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
4)      Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil (judical review) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
5)      Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (Undang – undang Dasar 1945), ketetapan MPR (TAP MPR), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.

3.      Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Undang-Undang tentang HAM di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Hak-Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini adalah:
a.       Hak untuk hidup (pasal 4),
b.      Hak untuk berkeluarga (pasal 10),
c.       Hak untuk mengembangkan diri (pasal 11-16),
d.      Hak untuk memperoleh keadilan (pasal 17,18, 19),
e.       Hak atas kebebasan pribadi (pasal 20-27),
f.       Hak atas rasa aman (pasal 28-35),
g.      Hak atas kesejahteraan (pasal 36-42)
h.      Hak turut serta dalam pemerintahan (pasal 43-44),
i.        Hak wanita (pasal 45-51) (bisa gender),
j.        Hak anak (pasal 52-56) (hak orangtua/ usia lanjut),
Dengan masuknya rumusan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 tersebut, semakin kuat jaminan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tugas Negara selanjutnya adalah mengadakan penegakan Hak Asasi Manusia dan memberi perlindungan warga dari tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

4.      Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak Asasi Manusia dan mengangani masalah-masalah yang berkaitan degan penegakan hak Asasi Manusia, pemerintah telah melakukan langkah-langkah, antara lain:
a.       Pembentukan Komisi hak Asasi Manusia (Komnas HAM), berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni Tahun 1993, yang kemudian dikukuhkan lagi melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
b.      Penetapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
c.       Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc degan keputusan Presiden untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
d.      Pembetukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan alternatif pelanggaran HAM di luar pengadilan HAM  sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang tentang HAM.
e.       Meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia.  Konvensi-konvesi yang diratifikasi tersebut, antara lain:
1)      Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (diratifikasi dengan UU No. 59, Tahun 1958)
2)      Konvensi tentang Hak Politik kaum Penempuan (diratifikasi dengan UU No. 68, Tahun 1958)
3)      Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (diratifikasi dengan UU No. 7, Tahun 1984)
4)      Konvensi Hak Anak (diratifikasi dengan UU No. 36, Tahun 1990)
5)      Konvensi Pelanggara, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Beracun serta Pemusnahannya (diratifikasi Keppres No. 58, Tahun 1991)
6)      Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga (diratifikasi dengan UU No. 48, Tahun 1993)
7)      Konvesi Menentang Penyikasaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (diratifikasi dengan UU No. 5, Tahun 1998)
8)      Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi dengan UU No. 83, Tahun 1998)
9)      Konvensi tentang Penghapusan semua Bentuk Diskriminasi Rasional (diratifikasi dengan UU No. 29, Tahun 1999)
10)  Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan Menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

5.      Hak Asasi Manusia Berdasarkan Al Qur’an

Ada beberapa hak asasi yang termaktub di dalam Al Qur’an antara lain:
a.      Hak Hidup
1)      Barang siapa membunuh orang (bukan Qishash), seolah-olah ia membunuh manusia semuanya, dan barang siapa memelihara hidupnya, seolah-olah memelihara hidup semua manusia (Al Maidah, 5:32).
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
2)      Dilarang membunuh jiwa yang diharamkan Allah....(Al Isra’, 17:33)
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Membunuh dengan alasan yang benar maksudnya yang dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam, dan sebagainya.
Allah telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau penguasa untuk menuntut qishash (mengambil pembalasan yang sama) atau menerima diat (ganti rugi).
3)      Larangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan suatu (sebab) yang benar....(Al-An’am, 6:151)
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
b.      Hak Milik
Allah SWT melarang memakan harta sesama dengan jalan yang batil (Al-Baqarah, 2:188, dan Annisa’, 4:29)
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah, 2:188)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Annisa’, 4:29)
c.       Perlindungan dan Kehormatan
1)      Larangan mengolok-olok kaum/orang lain (Al Hujuurat, 49:11)
2)      Larrangan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk (Al Hujururat, 49:11)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
3)      Larangan berprasangka buruk kepada orang lain (Al Hujuurat, 49:12)
4)      Larangan mencari-cari kesalahan orang lain (Al Hujuurat, 49:12)
5)      Larangan menggunjing orang lain (Al Hujuurat, 49:12)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
d.      Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi
1)      Larangan memasuki rumah yang bukan rumah kita, sebelum meminta izin dam memberi salam kepada penghuninya (An-Nur, 24:27)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
2)      Menghargai dan menghormati harta milik dan darah orang lain.
e.       Keamanan Kemerdekaan Pribadi
1)      Agar menetapkan hukum di antara manusia dengan adil (An-Nisa’, 4:58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
2)      Tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannnya (Al Hujuurat, 49:6)
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
f.       Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang
1)      Seorang yang berbuat dosa kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...(Al-An’am, 164)
Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.
g.      Hak untuk Memprotes Kezaliman (Tirani)
1)      Larangan ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya....(An-Nisa’, 4:148)
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2)      Pemerintah amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar) (Ali Imran, 3:110)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
h.      Kebebasan Berekspresi
1)      Perintah saling menolong, menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf , dan mencegah dari yang munkar (At-Taubah, 9:71)
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2)      Kebebasan Mengungkapkan Pendapat
Rasullah SAW selama hidupnya memberikan kebebasan kepada kaum muslimin untuk mengungkapkan pendapat mereka yang berbeda dengan beliau.
i.        Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan
1)      Larangan memaksakan agama (Al-Baqarah, 2:256)
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2)      Kebebasan dari Allah SWT, untuk menjadi orang beriman atau kafir (Al-Kahfi, 18:29)
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

C.    Hubungan Antara Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia

Negara Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian jelas sudah keterkaitan antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warganya. Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl, yang kemudian ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2.      Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3.      Pemilihan Umum yang bebas;
4.      Kebebasan menyatakan pendapat;
5.      Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6.      Pendidikan Kewarganegaraan[3]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Negara hukum adalah negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya berdasarkan atas keadilan. Ada beberapa ciri-ciri Negara hukum menurut pendapat para ahli, di Indonesia sendiri ciri-ciri negara hukum Indonesia ialah adanya supremasi hukum, adanya pemisahan kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan Undang-Undang, ada kesamaan dihadapan hukum, ada peradilan administrasi, serta adanya jaminan perlindungan HAM. Negara Indonesia dikatakan sebagai negara hukum, maksudnya adalah Indonesia merupakan negara yang tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, tetapi juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Hak Asasi Manusia adalah kekuasaan atau wewenang moral yang dimilki seseorang berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Kekuasaan atau wewenang tersebut bersifat moral karena kekuasaan atau wewenang atas nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan atau martabat manusia sebagai manusia. Hak Asasi Manusia memiliki sifat dasar yang melekat seperti individual, universal, supralegal, kodrati, dan kesamaan derajat.
Di Indonesia, Hak Asasi Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Tidak hanya diatur dalam perundang-undangan di Indonesia saja, namun Hak Asasi Manusia juga diatur dalam Al-Qur’an. Ada beberapa hak asasi yang termaktub dalam Al-Qur’an, seperti hak hidup, hak milik, perlindungan dan kehormatan, keamanan dan kesucian kehidupan pribadi, keamanan kemerdekaan pribadi, perlindungan dari hukuman penjara, hak memprotes kedzaliman, kebebasan berekspresi, serta kebebasan hati nurani dan keyakinan. Hubungan antara negara hukum dengan HAM adalah Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warganya

B.     Saran

Disarankan kepada mahasiswa agar mencari lebih banyak lagi informasi mengenai negara hukum dan HAM dari berbagai sumber sehingga mahasiswa lebih paham negara hukum dan HAM.

DAFTAR PUSTAKA



Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro. 1983. Asas-asas Hukum Tata Negara.
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Asshiddiqie, Jimly. 2005. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Mahkamah
Konstitusi.
Bakry, Noor. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar




Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2013. Pendidikan
Kewarganegaraan (Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa). Bandung: Alfabeta.

Ubaidillah, Abdul Rozak dkk, 2000. Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi,
 HAM & Masyarakat Madani). Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Wirjono Prodjodikoro. 1971. Asas-asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: 
            Eresco.




               











[1] Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.103
[2] Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, Eresco, Bandung, 1971, hlm. 38
[3] Asshiddiqie, Jimly Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2005

SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar